tentang sejarah kehidupan di tanah jawa

Soekarno Dan Pancasila



Saya bukanlah pencipta Pancasila, saya bukanlah pembuat Pancasila. Apa yang saya kerjakan tempo hari, ialah sekadar memformuleer perasaan-perasaan yang ada di dalam kalangan rakyat dengan beberapa kata-kata, yang saya namakan “Pancasila”. Saya tidak merasa membuat Pancasila.  Dan salah sekali bila ada orang menyampaikan bahwa Pancasila itu buatan Soekarno, bahwa Pancasila itu buatan manusia. Saya tidak membuatnya, saya tidak menciptakannya. Makara apakah Pancasila buatan Tuhan, itu lain pertanyaan.

Aku bertanya. Aku melihat daun daripada pohon itu hijau. Nyata hiJau itu bukan buatanku, bukan buatan manusia. Apakah warna hijau daripada daun itu dus buatan Tuhan? Terserah kepada saudara-saudara untuk menjawabnya. Aku sekedar konstateren, menetapkan dengan kata-kata satu keadaan.

Di dalam salah satu amanat yang saya ucapkan di hadapan resepsi para penderita cacat beberapa pekan yang lalu, saya berkata bahwa saya sekedar menggali di dalam bumi Indonesia dan mendapat lima berlian, dan lima berlian inilah saya anggap sanggup menghiasi tanah air kita ini dengan cara yang seindah-indahnya. Aku bukan pembuat berlian ini: saya bukan pencipta dari berlian-berlian ini, sebagaimana saya bukan pembuat daun yang hijau itu. Padahal saya menemukan itu ada “daun hijau”. Jikalau ada seseorang Saudara berkata bahwa Pancasila yaitu buatan manusia, saya sekedar menjawab: “Aku tidak merasa membuat Pancasila itu; tidak merasa membuat Pancasila itu”.

Aku memang manusia. Manusia dengan segala kedaifan dari pada manusia. Malahan insan jang tidak lebih daripada saudara-saudara yang kumaksudkan itu tadi. Tetapi saya bukan pembuat Pancasila; saya bukan pencipta Pancasila. Aku sekedar memformuleerkan adanya beberapa perasaan di dalam kalangan rakyat yang kunamakan “Pancasila”. Aku menggali di dalam buminya rakyat Indonesia, dan saya melihat di dalam kalbunya bangsa Indonesia itu  ada hidup lima perasaan. Lima perasaan ini sanggup digunakan sebagai mempersatu daripada bangsa Indonesia yang 80 juta ini. Dan tekanan kata memang kuletakan kepada daya pemersatu daripada Pancasila itu.

Di belakangku terbentang peta Indonesia, yang terdiri dari berpuluh-puluh pulau yang besar-besar, beratus-ratus, beribu-ribu bahkan berpuluh-puluh ribu pulau-pulau yang kecil-kecil. Di atas kepulauan yang berpuluh-puluh ribu ini yaitu hidup satu bangsa 80 juta jumlahnya. Satu bangsa yang memiliki aneka warna adab istiadat. Satu bangsa yang memiliki aneka warna cara berfikir. Satu bangsa yang memiliki aneka warna cara mencari hidup. Satu bangsa yang beraneka warna agamanya.

Bangsa jang berdiam di atas puluhan ribu pulau antara Sabang dan Merauke ini, harus kita persatukan bilamana bangsa ini ingin tergabung di dalam satu Negara jang kuat. Maksud kita yang pertama sedjak daripada zaman kita melahirkan gerakan nasional ialah mempersatukan bangsa yang 80 juta ini di dalam satu Negara yang kuat. Kuat, alasannya yaitu bangun di atas kesatuan geografie, berpengaruh pula oleh alasannya yaitu bangun di atas kesatuan tekad.

Pada ketika kita menghadapI kemungkinan untuk mengadakan proklamasi kemerdekaan, dan alhamdulillah bagi saya pada ketika itu bukan lagi kemungkinan tetapi kepastian, kita menghadapi soal bagaimana Negara hendak tiba ini, kita letakan di atas dasar apa. Maka di dalam sidang daripada para pemimpin Indonesia seluruh Indonesia, difikir-fikirkan soal ini dengan cara jang sedalam-dalamnya. Di dalam sidang inilah buat pertama kali saya formuleeren apa yang kita kenal kini dengan perkataan “Pancasila”. Sekedar formuleren, oleh alasannya yaitu lima perasaan ini telah hidup berpuluh-puluh tahun bahkan beratus-ratus tahun di dalam kalbu kita. Siapa yang memberi bangsa Indonesia akan perasaan-perasaan ini? Saya sebagai orang yang pecaya kepada Tuhan SWT berkata: “Sudah barang tentu yang menunjukkan perasaan-perasaan ini kepada bangsa Indonesia ialah Alah SWT pula”.

Sumber : “Anjuranku Kepada Segenap Bangsa Indonesia”
========
Artikel No.1
Penulis : Cak Wasito


0 Komentar untuk "Soekarno Dan Pancasila"

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Back To Top