MENGAPA KEBUDAYAAN JAWA
MENGALAMI KEMUNDURAN YANG SIGNIFIKAN ?
Pengantar
Manusia Jawa yaitu mayoritas di Indonesia. Nasib bangsa Indonesia sangat tergantung kepada kemampuan penalaran, skill, dan administrasi insan Jawa (MJ). Sayang sekali s/d ketika ini, MJ mengalami krisis kebudayaan; hal ini disebabkan Kebudayaan Jawa (KJ) dibiarkan merana, tidak terawat, dan tidak dikembangkan oleh pihak2 yang berkompeten (TERUTAMA OLEH POLITISI). Bahkan KJ terkesan dibiarkan mati merana digerilya oleh kebudayaan asing (terutama dari timur tengah/Arab). Mochtar Lubis dalam bukunya: Manusia Indonesia Baru, juga mengkritisi watak2 negatip insan Jawa mirip munafik, feodal, malas, tidak suka bertanggung jawab, suka gengsi dan prestis, dan tidak suka bisnis (lebih kondusif jadi pegawai).
Kemunduran kebudayaan Jawa tidak lepas dari dosa regim Orde Baru. Strategi regim Soeharto untuk melepaskan diri dari tuannya (USA dkk.) dan tekanan kaum reformis melalui politisasi agama Islam menjadikan Indonesia mengarah ke ideologi Timur Tengah (Arab). Indonesia ketika ini (2007) yaitu kembali menjadi ajang pertempuran antara: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama.
(mohon dibaca artikel yang lain dulu, sebaiknya sesuai no. urut)
Boleh diibaratkan bahwa insan Jawa terusmenerus mengalami penjajahan, contohnya penjajahan oleh:
– Bs. Belanda selama 300 tahunan
– Bs. Jepang selama hampir 3 tahunan
– Regim Soeharto/ORBA selama hampir 32 tahun (Londo Ireng).
– Negara Adidaya/perusahaan multi nasioanal selama ORBA s/d ketika ini.
– Sekarang dan dimasa dekat, bila tidak hati2, diramalkan bahwa Indonesia akan menjadi negara boneka Timur Tengah/Arab Saudi (melalui kendaraan utama politisasi agama).
– Bs. Belanda selama 300 tahunan
– Bs. Jepang selama hampir 3 tahunan
– Regim Soeharto/ORBA selama hampir 32 tahun (Londo Ireng).
– Negara Adidaya/perusahaan multi nasioanal selama ORBA s/d ketika ini.
– Sekarang dan dimasa dekat, bila tidak hati2, diramalkan bahwa Indonesia akan menjadi negara boneka Timur Tengah/Arab Saudi (melalui kendaraan utama politisasi agama).
Kemunduran kebudayaan insan Jawa sangat terasa sekali, lantaran suku Jawa yaitu mayoritas di Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia, sebagai pola kemunduran yaitu terpaan aneka macam krisis yang tak pernah final dialami oleh bangsa Indonesia. Politisasi uang dan agama mengakibatkan percepatan krisis kebudayaan Jawa, mirip analisa dibawah ini.
Gerilya Kebudayaan
Negara2 TIMTENG/ARAB harus berjuang sekuat tenaga dengan cara apapun untuk mendapat devisa selain dari kekayaan minyak (petro dollar), hal ini mengingat tambang minyak di Timur Tengah (TIMTENG/Arab) yaitu terbatas umurnya; diperkirakan oleh para andal bahwa umur tambang minyak sekitar 15 tahun lagi, disamping itu, inovasi energi alternatip akan sanggup menciptakan minyak turun harganya. Begitu negara Timur Tengah mendapat angin dari regim Orde Baru, Indonesia kemudian bagaikan diterpa tornado gurun Sahara yang panas! Pemanfaatan agama (politisasi agama) oleh negara asing (negara2 Arab) untuk mendominasi dan menipiskan kebudayaan setempat (Indonesia) mendapat angin bagus, ini berlangsung dengan begitu berpengaruh dan begitu vulgarnya. Gerilya kebudayaan asing lewat politisasi agama begitu gencarnya, terutama lewat media televisi, majalah, buku dan radio. Gerilya kebudayaan melalui TV ini sungguh secara halus-nylamur-tak kentara, orang awam niscaya sulit mencernanya! Berikut ini yaitu gerilya kebudayaan yang sedang berlangsung:
– Dalam sinetron, hal-hal yang berbau mistik, dukun, santet dan yang negatip sering dikonotasikan dengan insan yang mengenakan pakaian moral Jawa mirip surjan, batik, blangkon kebaya dan keris; kemudian hal-hal yang berkenaan dengan kebaikan dan kesucian dihubungkan dengan pakaian keagamaan dari Timur Tengah/Arab. Kebudayaan yang Jawa dikalahkan oleh yang Timur Tengah.
– Artis2 film dan sinetron digarap duluan mengingat mereka yaitu banyak menjadi idola masyarakat muda (yang nalarnya kurang jalan). Para artis, yang blo’oon politik ini, bagaikan di masukan ke salon rias Timur Tengah/Arab, untuk kemudian ditampilkan di layar televisi, koran, dan majalah demi membentuk mind set (seting pikiran) yang berkiblat ke Arab.
– Bahasa Jawa beserta ungkapannya yang sangat luas, luhur, dalam, dan fleksibel juga digerilya. Dimulai dengan salam pertemuan yang menggunakan assalam…dan wassalam…. Dulu kita besar hati dengan ungkapan: Tut wuri handayani, menang tanpo ngasorake, gotong royong, dsb.; kini kita dibiasakan oleh para gerilyawan kebudayaan dengan istilah2 asing dari Arab, misalnya: amal maruh nahi mungkar, saleh dan soleha, dst. Untuk memperkuat gerilya, dikonotasikan bahwa bhs. Arab itu menciptakan insan bersahabat dengan surga! Sungguh cendekia dan licik.
– Kebaya, modolan dan surjan diganti dengan jilbab, celana congkrang, dan jenggot ala orang Arab. Nama2 Jawa dengan Ki dan Nyi (misal Ki Hajar …) mulai dihilangkan, nama ke Arab2an dipopulerkan. Dalam wayang kulit, juga dilakukan gerilya kebudayaan: senjata pamungkas raja Pandawa yaitu Puntadewa menjadi disebut Kalimat Syahadat (jimat Kalimo Sodo), padahal wayang kulit berasal dari agama Hindu (banyak dewa-dewinya yang tidak Islami), jadi bukan Islam; bukankah ini sangat memalukan? Gending2 Jawa yang indah, gending2 dolanan anak2 yang anggun semisal: jamuran, cublak2 suweng, soyang2, dst., bertahap digerilya dan digeser dengan musik qasidahan dari Arab. Dibeberapa tempat (Padang, Aceh, Jawa Barat) usaha tetapkan aturan syariah Islam terus digulirkan, dimulai dengan kewajiban berjilbab! Kemudian, mereka lebih dalam lagi mulai mengusik ke bhinekaan Indonesia, dengan aneka macam larangan dan olok-olokan bangunan2 ibadah dan sekolah non Islam.
– Gerilya lewat pendidikan juga gencar, akademi berbasis Taman Siswa yang nasionalis, pluralis dan menjujung tinggi kebudayaan Jawa secara lambat namun niscaya juga digerilya, mereka ini digeser oleh madrasah2/pesantren2. Padahal Taman Siswa yaitu orisinil produk usaha dan merupakan pujian insan Jawa. UU Sisdiknas juga merupakan gerilya yang luar biasa berhasilnya. Sekolah swasta berciri keagamaan non Islam dipaksa menyediakan guru beragama Islam, sehingga ciri mereka lenyap.
– Demikian pula dengan perbankan, mereka ingin langsung dengan bank syariah, dengan menghindari kata bunga/rente/riba; istilah ke Arab2an pun diada-adakan, walau nampak kurang logis! Seperti USA menggunakan IMF, dan orang Yahudi menguasai finansial, maka insan Arab ingin mendominasi Indonesia menggunakan taktik halal-haramnya pinjaman, contohnya lewat bank syariah.
– Keberhasilan perempuan dalam menduduki jabatan tinggi di pegawai negeri (eselon 1 s/d 3) dikonotasikan/dipotretkan dengan penampilan berjilbab dan naik kendaraan beroda empat yang baik. Para pejabat eselon ini kemudian memperlihatkan pengarahan untuk arabisasi pakaian dinas di kantor masing2.
– Di hampir pelosok P. Jawa kita sanggup menyaksikan bangunan2 masjid yang megah, dana pembangunan dari Arab luar biasa besarnya. Bahkan organisasi preman bentukan militer di jaman ORBA, yaitu Pemuda Pancasila, pun mendapat grojogan dana dari Timur Tengah untuk membangun pesantren2 di Kalimantan, luar biasa!
– Fatwa MUI pada bulan Agustus 2005 perihal larangan2 yang tidak berdasar logika dan tidak menjaga keharmonisan masyarakat sungguh menyakitkan insan Jawa yang suka tenang dan harmoni. Bila ulama hanya menjadi sekedar alat politik, maka panglima agama yaitu ulama politikus yang mementingkan uang, kekuasaan dan jabatan saja; imbas keputusan tidak mereka hiraukan. Sejarah ORBA mengambarkan bahwa MUI dan ICMI yaitu alat regim ORBA yang sangat canggih. Saat ini, MUI boleh dikata telah menjadi alat negara asing (Arab) untuk menguasai
– Dimasa lalu, banyak orang cerdas menyampaikan bahwa Wali Songo yaitu bagaikan MUI kini ini, dakwah mereka penuh gerilya kebudayaan dan politik. Manusia Majapahit digerilya, sehingga terdesak ke Bromo (suku Tengger) dan pulau Bali. Mengingat negara gres memerangi KKN, mestinya fatwa MUI yaitu perihal KKN (yang relevan), misal pejabat tinggi negara yang PNS yang memiliki tabungan diatas 3 milyar rupiah diharuskan mengembalikan uang haram itu (sebab hasil KKN), namun lantaran memang ditujukan untuk membelokan pemberantasan KKN, yang terjadi justru sebaliknya, fatwanya justru yang aneh2 dan merusak keharmonisan kebhinekaan Indonesia!
– Buku2 yang sulit diterima nalar, dan secara ngawur dan membabi buta ditulis hanya untuk melawan dominasi ilmuwan Barat ketika ini membanjiri pasaran di Indonesia. Rupanya ilmuwan Timur Tengah ingin melawan ilmuwan Barat, semua teori Barat yang rasional-empiris dilawan dengan teori Timur Tengah yang berbasis intuisi-agamis (berbasis Al-Quran), misal teori kebutuhan Maslow yang sangat terkenal dilawankan teori kebutuhan spiritual Nabi Ibrahim, teori EQ ditandingi dengan ESQ, dst. Masyarakat Indonesia harus selalu siap dan waspada dalam menentukan buku yang ingin dibacanya.
– Dengan halus, licik tapi mengena, mass media, terutama TV dan radio, telah dipakai untuk membunuh karakater (character assasination) budaya Jawa dan meninggikan huruf budaya Arab (lewat agama)! Para gerilyawan juga menyelipkan filosofis yang amat sangat cerdik, yaitu: kebudayaan Arab itu cuilan dari kebudayaan pribumi, kebudayaan Barat (dan Cina) itu kebudayaan asing; jadi harus ditentang lantaran tidak sesuai! Padahal kebudayaan Arab yaitu sangat asing!
– Gerilya yang cendekia dan rapi sekali yaitu melalui peraturan negara mirip undang-undang, contohnya aturan Syariah yang mulai diterapkan di sementara daerah, U.U. SISDIKNAS, dan rencana UU Anti Pornografi dan Pornoaksi (yang sangat bertentangan dengan Bhineka Tunggal Ika dan sangat menjahati/menjaili kaum perempuan dan pekerja seni). Menurut Gus Dur, RUU APP telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 lantaran tidak memperlihatkan tempat terhadap perbedaan. Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 telah memberi ruang seluas-luasnya bagi keragaman di Indonesia. RUU APP juga mengancam demokrasi bangsa yang mensyaratkan kedaulatan aturan dan perlakuan sama terhadap setiap warga negara di depan hukum. Gus Dur menolak RUU APP dan meminta pemerintah mengoptimalkan penegakan undang-undang lain yang telah mengakomodir pornografi dan pornoaksi. “Telah terjadi formalisasi dan arabisasi ketika ini. Kalau sikap Nahdlatul Ulama sangat terperinci bahwa untuk menjalankan syariat Islam tidak perlu negara Islam,” ungkapnya. (Kompas, 3 Maret 2006).
Gerilya Kebudayaan
Negara2 TIMTENG/ARAB harus berjuang sekuat tenaga dengan cara apapun untuk mendapat devisa selain dari kekayaan minyak (petro dollar), hal ini mengingat tambang minyak di Timur Tengah (TIMTENG/Arab) yaitu terbatas umurnya; diperkirakan oleh para andal bahwa umur tambang minyak sekitar 15 tahun lagi, disamping itu, inovasi energi alternatip akan sanggup menciptakan minyak turun harganya. Begitu negara Timur Tengah mendapat angin dari regim Orde Baru, Indonesia kemudian bagaikan diterpa tornado gurun Sahara yang panas! Pemanfaatan agama (politisasi agama) oleh negara asing (negara2 Arab) untuk mendominasi dan menipiskan kebudayaan setempat (Indonesia) mendapat angin bagus, ini berlangsung dengan begitu berpengaruh dan begitu vulgarnya. Gerilya kebudayaan asing lewat politisasi agama begitu gencarnya, terutama lewat media televisi, majalah, buku dan radio. Gerilya kebudayaan melalui TV ini sungguh secara halus-nylamur-tak kentara, orang awam niscaya sulit mencernanya! Berikut ini yaitu gerilya kebudayaan yang sedang berlangsung:
– Dalam sinetron, hal-hal yang berbau mistik, dukun, santet dan yang negatip sering dikonotasikan dengan insan yang mengenakan pakaian moral Jawa mirip surjan, batik, blangkon kebaya dan keris; kemudian hal-hal yang berkenaan dengan kebaikan dan kesucian dihubungkan dengan pakaian keagamaan dari Timur Tengah/Arab. Kebudayaan yang Jawa dikalahkan oleh yang Timur Tengah.
– Artis2 film dan sinetron digarap duluan mengingat mereka yaitu banyak menjadi idola masyarakat muda (yang nalarnya kurang jalan). Para artis, yang blo’oon politik ini, bagaikan di masukan ke salon rias Timur Tengah/Arab, untuk kemudian ditampilkan di layar televisi, koran, dan majalah demi membentuk mind set (seting pikiran) yang berkiblat ke Arab.
– Bahasa Jawa beserta ungkapannya yang sangat luas, luhur, dalam, dan fleksibel juga digerilya. Dimulai dengan salam pertemuan yang menggunakan assalam…dan wassalam…. Dulu kita besar hati dengan ungkapan: Tut wuri handayani, menang tanpo ngasorake, gotong royong, dsb.; kini kita dibiasakan oleh para gerilyawan kebudayaan dengan istilah2 asing dari Arab, misalnya: amal maruh nahi mungkar, saleh dan soleha, dst. Untuk memperkuat gerilya, dikonotasikan bahwa bhs. Arab itu menciptakan insan bersahabat dengan surga! Sungguh cendekia dan licik.
– Kebaya, modolan dan surjan diganti dengan jilbab, celana congkrang, dan jenggot ala orang Arab. Nama2 Jawa dengan Ki dan Nyi (misal Ki Hajar …) mulai dihilangkan, nama ke Arab2an dipopulerkan. Dalam wayang kulit, juga dilakukan gerilya kebudayaan: senjata pamungkas raja Pandawa yaitu Puntadewa menjadi disebut Kalimat Syahadat (jimat Kalimo Sodo), padahal wayang kulit berasal dari agama Hindu (banyak dewa-dewinya yang tidak Islami), jadi bukan Islam; bukankah ini sangat memalukan? Gending2 Jawa yang indah, gending2 dolanan anak2 yang anggun semisal: jamuran, cublak2 suweng, soyang2, dst., bertahap digerilya dan digeser dengan musik qasidahan dari Arab. Dibeberapa tempat (Padang, Aceh, Jawa Barat) usaha tetapkan aturan syariah Islam terus digulirkan, dimulai dengan kewajiban berjilbab! Kemudian, mereka lebih dalam lagi mulai mengusik ke bhinekaan Indonesia, dengan aneka macam larangan dan olok-olokan bangunan2 ibadah dan sekolah non Islam.
– Gerilya lewat pendidikan juga gencar, akademi berbasis Taman Siswa yang nasionalis, pluralis dan menjujung tinggi kebudayaan Jawa secara lambat namun niscaya juga digerilya, mereka ini digeser oleh madrasah2/pesantren2. Padahal Taman Siswa yaitu orisinil produk usaha dan merupakan pujian insan Jawa. UU Sisdiknas juga merupakan gerilya yang luar biasa berhasilnya. Sekolah swasta berciri keagamaan non Islam dipaksa menyediakan guru beragama Islam, sehingga ciri mereka lenyap.
– Demikian pula dengan perbankan, mereka ingin langsung dengan bank syariah, dengan menghindari kata bunga/rente/riba; istilah ke Arab2an pun diada-adakan, walau nampak kurang logis! Seperti USA menggunakan IMF, dan orang Yahudi menguasai finansial, maka insan Arab ingin mendominasi Indonesia menggunakan taktik halal-haramnya pinjaman, contohnya lewat bank syariah.
– Keberhasilan perempuan dalam menduduki jabatan tinggi di pegawai negeri (eselon 1 s/d 3) dikonotasikan/dipotretkan dengan penampilan berjilbab dan naik kendaraan beroda empat yang baik. Para pejabat eselon ini kemudian memperlihatkan pengarahan untuk arabisasi pakaian dinas di kantor masing2.
– Di hampir pelosok P. Jawa kita sanggup menyaksikan bangunan2 masjid yang megah, dana pembangunan dari Arab luar biasa besarnya. Bahkan organisasi preman bentukan militer di jaman ORBA, yaitu Pemuda Pancasila, pun mendapat grojogan dana dari Timur Tengah untuk membangun pesantren2 di Kalimantan, luar biasa!
– Fatwa MUI pada bulan Agustus 2005 perihal larangan2 yang tidak berdasar logika dan tidak menjaga keharmonisan masyarakat sungguh menyakitkan insan Jawa yang suka tenang dan harmoni. Bila ulama hanya menjadi sekedar alat politik, maka panglima agama yaitu ulama politikus yang mementingkan uang, kekuasaan dan jabatan saja; imbas keputusan tidak mereka hiraukan. Sejarah ORBA mengambarkan bahwa MUI dan ICMI yaitu alat regim ORBA yang sangat canggih. Saat ini, MUI boleh dikata telah menjadi alat negara asing (Arab) untuk menguasai
– Dimasa lalu, banyak orang cerdas menyampaikan bahwa Wali Songo yaitu bagaikan MUI kini ini, dakwah mereka penuh gerilya kebudayaan dan politik. Manusia Majapahit digerilya, sehingga terdesak ke Bromo (suku Tengger) dan pulau Bali. Mengingat negara gres memerangi KKN, mestinya fatwa MUI yaitu perihal KKN (yang relevan), misal pejabat tinggi negara yang PNS yang memiliki tabungan diatas 3 milyar rupiah diharuskan mengembalikan uang haram itu (sebab hasil KKN), namun lantaran memang ditujukan untuk membelokan pemberantasan KKN, yang terjadi justru sebaliknya, fatwanya justru yang aneh2 dan merusak keharmonisan kebhinekaan Indonesia!
– Buku2 yang sulit diterima nalar, dan secara ngawur dan membabi buta ditulis hanya untuk melawan dominasi ilmuwan Barat ketika ini membanjiri pasaran di Indonesia. Rupanya ilmuwan Timur Tengah ingin melawan ilmuwan Barat, semua teori Barat yang rasional-empiris dilawan dengan teori Timur Tengah yang berbasis intuisi-agamis (berbasis Al-Quran), misal teori kebutuhan Maslow yang sangat terkenal dilawankan teori kebutuhan spiritual Nabi Ibrahim, teori EQ ditandingi dengan ESQ, dst. Masyarakat Indonesia harus selalu siap dan waspada dalam menentukan buku yang ingin dibacanya.
– Dengan halus, licik tapi mengena, mass media, terutama TV dan radio, telah dipakai untuk membunuh karakater (character assasination) budaya Jawa dan meninggikan huruf budaya Arab (lewat agama)! Para gerilyawan juga menyelipkan filosofis yang amat sangat cerdik, yaitu: kebudayaan Arab itu cuilan dari kebudayaan pribumi, kebudayaan Barat (dan Cina) itu kebudayaan asing; jadi harus ditentang lantaran tidak sesuai! Padahal kebudayaan Arab yaitu sangat asing!
– Gerilya yang cendekia dan rapi sekali yaitu melalui peraturan negara mirip undang-undang, contohnya aturan Syariah yang mulai diterapkan di sementara daerah, U.U. SISDIKNAS, dan rencana UU Anti Pornografi dan Pornoaksi (yang sangat bertentangan dengan Bhineka Tunggal Ika dan sangat menjahati/menjaili kaum perempuan dan pekerja seni). Menurut Gus Dur, RUU APP telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 lantaran tidak memperlihatkan tempat terhadap perbedaan. Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 telah memberi ruang seluas-luasnya bagi keragaman di Indonesia. RUU APP juga mengancam demokrasi bangsa yang mensyaratkan kedaulatan aturan dan perlakuan sama terhadap setiap warga negara di depan hukum. Gus Dur menolak RUU APP dan meminta pemerintah mengoptimalkan penegakan undang-undang lain yang telah mengakomodir pornografi dan pornoaksi. “Telah terjadi formalisasi dan arabisasi ketika ini. Kalau sikap Nahdlatul Ulama sangat terperinci bahwa untuk menjalankan syariat Islam tidak perlu negara Islam,” ungkapnya. (Kompas, 3 Maret 2006).
– Puncak gerilya kebudayaan yaitu tidak diberikannya tempat untuk kepercayaan asli, contohnya Kejawen, dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan urusan pernikahan/perceraian bagi kaum kepercayaan orisinil ditiadakan. Kejawen, harta warisan nenek moyang, yang kaya akan nilai: pluralisme, humanisme, harmoni, religius, anti kekerasan dan nasionalisme, ternyata tidak hanya digerilya, melainkan akan dibunuh dan dimatikan secara perlahan! Sungguh sangat disayangkan! Urusan perkawinan dan kematian untuk MJ penganut Kejawen dipersulit sedemikian rupa, urusan ini harus dikembalikan ke agama masing2! Sementara itu aliran setingkat Kejawen yang disebut Kong Hu Chu yang berasal dari RRC justru disyahkan keberadaannya. Sungguh sangat sadis para gerilyawan kebudayaan ini!
– Gerilya kebudayaan juga telah mempengaruhi sikap insan Jawa, orang Jawa yang dahulu dikenal lemah-lembut, andap asor, cerdas, dan harmoni; namun kini sudah terbalik: suka kerusuhan dan kekerasan, suka menentang harmoni. Bayangkan saja, kota Solo yang dulu terkenal putri nya yang lemah lembut (putri Solo, lakune koyo macan luwe) digerilya menjadi kota yang suka kekerasan, ulama Arab (Basyir) mendirikan pesantren Ngruki untuk mencuci otak anak2 muda. Akhir2 ini kota Solo kesulitan mendatangkan turis manca negara, lantaran kota Solo sudah diidentikan dengan kekerasan sektarian. Untuk diketahui, di Pakistan, banyak madrasah disinyalir dijadikan tempat brain washing dan baiat. Banyak intelektual muda kita di universitas2 yang kena baiat (sumpah secara agama Islam, sesudah di brain wahing) untuk mendirikan NII (negara Islam Indonesia) dengan cara menghalalkan segala cara. Berapa banyak madrasah/pesantren di Indonesia yang dijadikan tempat2 basuh otak anti pluralisme dan anti harmoni? Banyak! Berapa jam pelajaran dihabiskan untuk mencar ilmu agama (ngaji) dan bahasa Arab? Banyak, diperkirakan hingga hampir 50% nya! Tentu saja ini akan sangat mempengaruhi turunnya sikap dan turunnya kualitas SDM bgs. Indonesia secara keseluruhan! Maraknya kerusuhan dan kekerasan di Indonesia bagaikan berbanding langsung dengan maraknya madrasah dan pesantren2. Berbagai fatwa MUI yang menjungkirbalikan harmoni dan bersama-sama insan Jawa gencar dilancarkan!
– Gerilya kebudayaan juga telah mempengaruhi sikap insan Jawa, orang Jawa yang dahulu dikenal lemah-lembut, andap asor, cerdas, dan harmoni; namun kini sudah terbalik: suka kerusuhan dan kekerasan, suka menentang harmoni. Bayangkan saja, kota Solo yang dulu terkenal putri nya yang lemah lembut (putri Solo, lakune koyo macan luwe) digerilya menjadi kota yang suka kekerasan, ulama Arab (Basyir) mendirikan pesantren Ngruki untuk mencuci otak anak2 muda. Akhir2 ini kota Solo kesulitan mendatangkan turis manca negara, lantaran kota Solo sudah diidentikan dengan kekerasan sektarian. Untuk diketahui, di Pakistan, banyak madrasah disinyalir dijadikan tempat brain washing dan baiat. Banyak intelektual muda kita di universitas2 yang kena baiat (sumpah secara agama Islam, sesudah di brain wahing) untuk mendirikan NII (negara Islam Indonesia) dengan cara menghalalkan segala cara. Berapa banyak madrasah/pesantren di Indonesia yang dijadikan tempat2 basuh otak anti pluralisme dan anti harmoni? Banyak! Berapa jam pelajaran dihabiskan untuk mencar ilmu agama (ngaji) dan bahasa Arab? Banyak, diperkirakan hingga hampir 50% nya! Tentu saja ini akan sangat mempengaruhi turunnya sikap dan turunnya kualitas SDM bgs. Indonesia secara keseluruhan! Maraknya kerusuhan dan kekerasan di Indonesia bagaikan berbanding langsung dengan maraknya madrasah dan pesantren2. Berbagai fatwa MUI yang menjungkirbalikan harmoni dan bersama-sama insan Jawa gencar dilancarkan!
– Sejarah mengambarkan bagaimana kerajaan Majapahit, yang luarbiasa jaya, juga terdesak melalui gerilya kebudayaan Arab sehingga manusianya terpojok ke Gn. Bromo (suku Tengger) dan P. Bali (suku Bali). Mereka tetap menjaga kepercayaannya yaitu Hindu. Peranan wali Songo ketika itu sebagai alat politis (mirip MUI dan ICMI ketika ini) yaitu besar sekali! Semenjak ketika itu kemunduran kebudayaan Jawa sungguh luar biasa!
Tanda-tanda Kemunduran Budaya Jawa
Kemunduran kebudayaan insan Jawa sangat terasa sekali, lantaran suku Jawa yaitu mayoritas di Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia, sebagai pola kemunduran adalah:
– Orang2 hitam dari Afrika (yang budayanya dianggap lebih tertinggal) ternyata dengan gampang mempedayakan masyarakat kita dengan manipulasi penggandaan uang dan jual-beli narkoba.
– Orang Barat mempedayakan kita dengan kurs nilai mata uang. Dengan $ 1 = k.l Rp. 10000, ini sama saja penjajahan baru. Mereka sanggup materi mentah hasil alam dari Indonesia murah sekali, sesudah diproses di L.N menjadi barang hitech, maka harganya jadi selangit. Nilai tambah pemrosesan/produksi barang mentah menjadi barang jadi diambil mereka (disamping membuka lapangan kerja). Indonesia terus dengan gampang dikibulin dan dinina bobokan untuk menjadi negara peng export dan sekaligus pengimport terbesar didunia, sungguh suatu kebodohan yang maha luar biasa.
– Orang Jepang terus menciptakan kita tidak pernah bisa bikin kendaraan beroda empat sendiri, walau industri Jepang sudah lebih 30 tahun ada di Indonesia. Semestinya bangsa ini bisa mendikte Jepang dan negara lain untuk mendirikan pabrik di Indonesia, contohnya pabrik: Honda di Sumatra, Suzuki di Jawa, Yamaha di Sulawesi, dst. Ternyata kita sekedar menjadi bangsa konsumen dan perakit.
– Orang Timur Tengah/Arab dengan gampang menggerilya kebudayaan kita mirip dongeng diatas; disamping itu, Indonesia yaitu termasuk pemasok devisa haji terbesar! Kemudian, dengan hanya Asahari, Abu Bakar Baasyir dan Habib Riziq (FPI), cukup beberapa gelintir insan saja, Indonesia sudah sanggup dibentuk kalang kabut oleh negara asing! Sungguh keterlaluan dan memalukan!
– Kalau dulu banyak mahasiswa Malaysia studi ke Indonesia, kini posisinya terbalik: banyak mahasiswa Indonesia mencar ilmu ke Malaysia (bahkan ke S’pore, Thailand, Pilipina, dst.). Konyol bukan?
– Banyak insan Jawa yang ingin kaya secara instant, contohnya mengikuti aneka macam arisan/multi level marketing mirip pohon emas, dst., yang tidak masuk akal!
– Dalam beragamapun terkesan jauh dari nalar, bijak dan jauh dari cerdas, terkesan hanya ikut2an saja. Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama, dan tidak perlu mengorbankan budaya lokal.
– Sampai dengan ketika ini, Indonesia tidak sanggup melepaskan diri dari aneka macam krisis (krisis multi dimensi), kemiskinan dan pengangguran justru semakin meningkat, padahal negara tetangga yang sama2 mengalami krisis sudah kembali sehat walafiat! Peran insan Jawa berserta kebudayaannya, sebagai mayoritas, sangat mayoritas dalam aneka macam krisis yang dialami bangsa ini.
Tanda-tanda Kemunduran Budaya Jawa
Kemunduran kebudayaan insan Jawa sangat terasa sekali, lantaran suku Jawa yaitu mayoritas di Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia, sebagai pola kemunduran adalah:
– Orang2 hitam dari Afrika (yang budayanya dianggap lebih tertinggal) ternyata dengan gampang mempedayakan masyarakat kita dengan manipulasi penggandaan uang dan jual-beli narkoba.
– Orang Barat mempedayakan kita dengan kurs nilai mata uang. Dengan $ 1 = k.l Rp. 10000, ini sama saja penjajahan baru. Mereka sanggup materi mentah hasil alam dari Indonesia murah sekali, sesudah diproses di L.N menjadi barang hitech, maka harganya jadi selangit. Nilai tambah pemrosesan/produksi barang mentah menjadi barang jadi diambil mereka (disamping membuka lapangan kerja). Indonesia terus dengan gampang dikibulin dan dinina bobokan untuk menjadi negara peng export dan sekaligus pengimport terbesar didunia, sungguh suatu kebodohan yang maha luar biasa.
– Orang Jepang terus menciptakan kita tidak pernah bisa bikin kendaraan beroda empat sendiri, walau industri Jepang sudah lebih 30 tahun ada di Indonesia. Semestinya bangsa ini bisa mendikte Jepang dan negara lain untuk mendirikan pabrik di Indonesia, contohnya pabrik: Honda di Sumatra, Suzuki di Jawa, Yamaha di Sulawesi, dst. Ternyata kita sekedar menjadi bangsa konsumen dan perakit.
– Orang Timur Tengah/Arab dengan gampang menggerilya kebudayaan kita mirip dongeng diatas; disamping itu, Indonesia yaitu termasuk pemasok devisa haji terbesar! Kemudian, dengan hanya Asahari, Abu Bakar Baasyir dan Habib Riziq (FPI), cukup beberapa gelintir insan saja, Indonesia sudah sanggup dibentuk kalang kabut oleh negara asing! Sungguh keterlaluan dan memalukan!
– Kalau dulu banyak mahasiswa Malaysia studi ke Indonesia, kini posisinya terbalik: banyak mahasiswa Indonesia mencar ilmu ke Malaysia (bahkan ke S’pore, Thailand, Pilipina, dst.). Konyol bukan?
– Banyak insan Jawa yang ingin kaya secara instant, contohnya mengikuti aneka macam arisan/multi level marketing mirip pohon emas, dst., yang tidak masuk akal!
– Dalam beragamapun terkesan jauh dari nalar, bijak dan jauh dari cerdas, terkesan hanya ikut2an saja. Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama, dan tidak perlu mengorbankan budaya lokal.
– Sampai dengan ketika ini, Indonesia tidak sanggup melepaskan diri dari aneka macam krisis (krisis multi dimensi), kemiskinan dan pengangguran justru semakin meningkat, padahal negara tetangga yang sama2 mengalami krisis sudah kembali sehat walafiat! Peran insan Jawa berserta kebudayaannya, sebagai mayoritas, sangat mayoritas dalam aneka macam krisis yang dialami bangsa ini.
Penutup
Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama. Gus Dur mensinyalir telah terjadi arabisasi kebudayaan. Kepentingan negara asing untuk menguasai bumi dan alam Indonesia yang kaya raya dan indah sekali sungguh riil dan berpengaruh sekali, jika negara modern menggunakan teknologi tinggi dan jasa keuangan, sedangkan negara lain menggunakan politisasi agama beserta kebudayaannya. Indonesia ketika ini (2007) yaitu sedang menjadi ajang pertempuran antara dua ideologi besar dunia: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama. CLASH OF CIVILIZATION antar dua ideologi besar di dunia ini, yang sudah diramalkan oleh sejarahwan kelas dunia – Samuel Hutington dan Francis Fukuyama.
Tanpa harus menirukan/menjiplak kebudayaan Arab, Indonesia diperkirakan sanggup menjadi sentra Islam (center of excellence) yang modern bagi dunia. Seperti sentra agama Nasrani modern, yang tidak lagi di Israel, melainkan di Itali dan Amerika. Beragama tanpa logika disertai menjiplak budaya asal agama tersebut secara membabi buta hanya akan mengakibatkan kemunduran budaya lokal sendiri! Maka bijaksana, kritis, dan cendekia sangat dibutuhkan dalam beragama.
Ulil Abshar Abdala
Koordinator Jamaah Islam Liberal (JIL)
Tag :
BUDAYA DAN SEJARAH
0 Komentar untuk "Kontemplasi Untuk Semua Agama"
Note: Only a member of this blog may post a comment.