Rasa kagum yang hiperbola terhadap sosok Begawan Dorna mengantarkan Bambang Ekalaya menuju gerbang kematian.
Begawan Dorna yang telah terikat sumpah bahwa ia hanya akan mengajarkan ilmunya kepada Pandawa dan Kurawa, tetapkan menolak pinangan Ekalaya untuk menjadikannya murid, meski bahwasanya Begawan Dorna cukup terkesan dengan Ekalaya. Penolakan tersebut tidak menciptakan Ekalaya putus asa. Dia menciptakan patung perwujudan Begawan Dorna, dan sambil membayangkan bahwa patung itu ialah Gurunya. Maka secara belajar sendiri ia mulai berguru memanah dan ilmu keprajuritan lainnya.
Berkat tekad yang berpengaruh dan ketekunannya, Ekalaya berubah menjadi menjadi kesatria yang tangguh. Hingga ia kembali ke kawasan asalnya untuk melanjutkan tahta kerajaan Keratin Paranggelung dengan gelar Prabu Palgunadi.
Sebuah insiden menghantarkan pertemuan Ekalaya dengan Arjuna. Keduanya bersikukuh bahwa panahnya yang mengenai seekor rusa dan membuatnya mati. Perang tanding tidak terelakkan lagi. Masing-masing mengeluarkan kesaktiannya. Arjuna mencicipi kecacatan bahwa Ekalaya sanggup mengimbangi kesaktiannya. Dan alasannya ialah kelengahannya Ekalaya berhasil melukai pelipis Arjuna. Dengan perasaan terkejut Arjuna bertanya siapa guru Ekalaya, dengan bibir tergetar dan perasaan besar hati Ekalaya menyebut nama Begawan Dorna sebagai gurunya.
Rasa amarah menguasai ego Arjuna. Dia kembali ke Padepokan Sokalima untuk bertanya kepada Begawan Dorna tentang Ekalaya. Tentu saja sang Begawan tidak mengakui adanya murid selain Pandawa dan Kurawa. Akhirnya Begawan Dorna meminta Arjuna untuk mengantarkan kepada Ekalaya. Demi melihat kedatangan Begawan Dorna, Ekalaya melaksanakan hormat sujud selayaknya seorang murid. Kemudian sang Begawan bertanya dari mana Ekalaya mendapatkan ilmu-ilmunya. Ekalaya menceritakan tentang patung Begawan Dorna dan membayangkan bahwa patung tersebut benar-benarlah gurunya. Ekalaya menyatakan bahwa ia sangat ingin diterima menjadi muridnya.
Begawan Dorna mengetahui bahwa Ekalaya mempunyai ajimat pada dirinya sampai bisa mengalahkan Arjuna. Maka dengan liciknya Begawan Dorna mengelabuhi Ekalaya, bahwa ia bersedia menerimanya sebagai murid asal Ekalaya bisa memenuhi segala persyaratan. Tentu saja Ekalaya yang sangat mengagumi Begawan Dorna segera menyanggupinya. Akan tetapi alangkah terkejutnya Ekalaya, ketika Begawan Dorna meminta Pusaka Manik Sotyaning Ampal yang berwujud cincin. Baginya cincin tersebut ialah nyawanya, tetapi alasannya ialah ia sudah berjanji menyanggupi semua persyaratan dari Begawan Dorna maka ia bersedia menyerahkan cincin tersebut. Karena cincin tersebut tertanam dalam jari ekalaya, maka jari Ekalaya harus dipotong biar cincin tersebut sanggup dilepas. Dengan wajah tanpa lisan Begawan Dorna memotong jari Ekalaya. Teriakan Ekalaya bergemuruh, ia meregang nyawa, namun sebelum meninggal ia sempat mengeluarkan kutukan, bahwa kelak Begawan Dorna akan meninggal ditangan seorang cowok di perang Barathayuda. Tiba-tiba langit berubah menjadi hitam, guntur menggelegar, semesta seakan merestui kutukan Ekalaya.
Teriakan kesakitan Ekalaya didengar oleh istrinya, Dewi Anggraheni. Dengan perasaan khawatir Dewi Anggraheni mencari sumber bunyi tersebut. Dan betapa terkejutnya ia melihat badan suaminya sudah tidak bernyawa. Dengan tangisnya yang memecah kesunyian ia menghambur dan memeluk badan suaminya. Arjuna yang melihat kecantikan Dewi Anggraheni menjadi terpana dan jatuh cinta. Dia bermaksud memperistri Dewi Anggraheni. Namun niat itu ditolak keras oleh sang Dewi. Dia tidak sudi diperistri oleh seseorang yang tega membunuh suaminya. Baginya Ekalaya satu-satunya laki-laki dalam hidupnya. Tapi Arjuna tidak putus asa. Dia tetap berkeras hati mempersunting Dewi Anggraheni. Karena merasa terdesak dan demi menjaga kesuciannya Dewi Anggraheni bunuh diri dengan memakai cundrik yang terselip dibalik kainnya. Dia menikamkan cundrik tersebut didadanya dihadapan Arjuna.
Tag :
BUDAYA DAN SEJARAH
0 Komentar untuk "Bambang Ekalaya (Prabu Palgunadi)"
Note: Only a member of this blog may post a comment.